Erni (37), warga RW 005 Kelurahan Kapuk Muara,
merasakan betul hadirnya bank sampah MAPPES dan perubahan itu. Di depan
rumahnya, tergantung sekarung sampah siap timbang, hasil pengumpulan selama
sepekan. Dalam tiga bulan keikutsertaannya, Erni telah menabung sampah senilai
Rp 100.000. Dengan rata-rata harga sampah Rp 2.000 per kg, nilai tabungan Erni
sebanding dengan 50 kg sampah. Uang itu bisa sewaktu-waktu dicairkan untuk
membeli barang keperluan sehari-hari.
Selain Eni, ibu-ibu di kampung itu tak pernah
membiarkan sampah teronggok di jalan, selokan, bahkan tempat-tempat yang sulit
terjangkau tangan. Pelan tapi pasti, tanpa instruksi, warga memungut apa pun
jenis sampah yang ada. Lingkungan pun jadi bersih.
"Sebagian keuntungan kami bagi ke nasabah dalam bentuk gula pasir dan keperluan lain. Tak sedikit warga yang terbantu karena punya tabungan. Lingkungan bersih, pendapatan bertambah," kata Munir. .
Bank sampah rintisan Munir berkembang pesat. Lurah Kapuk Muara saat itu, Roni Jarpiko, turun membantu Munir mencari lahan untuk pendirian bank sampah. Roni menunjuk 800 meter persegi lahan berupa rawa yang menjadi aset kelurahan.
Gayung bersambut, bantuan juga datang dari pihak lain, terutama PT Pertamina dan Institut Pertanian Bogor. Keduanya antara lain membangun bank sampah plus modal dan pendampingan, menyumbang unit pengolah kompos dan mesin pengolah sampah nonorganik, serta kendaraan penampung sampah.
Selain Munir, beberapa relawan membantu Munir menjalankan bank sampah. Mereka antara lain, Aris (32) dan
Teks Foto : Munir sedang mengolah sampah menjadi pupuk di Bank Sampah MAPPES. Foto dikutip dari inilah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar