Murdarisin |
Jakarta-Peringatan bagi perusahaan di wilayah Jakarta Utara yang menggunakan air
tanah, baik dengan sumur pantek maupun sumur bor. Kantor Lingkungan Hidup
Pemkot setempat secara rutin melakukan pengawasan, karena pada prinsipnya
sesuai Perda No. 10 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan dan Pajak Pemanfaatan
Air Tanah, Perda No. 7 Tahun 2010 tentang Pajak Air Tanah serta Perda No. 8
Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, penggunaan air tanah dilarang, kecuali
seizin Gubernur DKI Jakarta.
Setiap perusahaan maupun masyarakat yang melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan ini akan dikenakan tindakan penyegelan, membayar pajak beserta
dendanya, atau dipidana dengan ancaman denda Rp 50 juta atau kurungan 6 bulan.
Bahkan, kalau pelanggaran itu terbukti merusak lingkungan, misalnya membuat
permukaan tanah amblas, dapat dipidana dengan ancaman penjara 15 tahun dan
denda Rp 15 miliar.
Kepala Kantor Lingkungan Hidup Pemkot Jakarta Utara, Mudarisin menjelaskan, baru-baru ini pihaknya telah melakukan pengawasan terhadap 70 perusahaan pengguna air tanah. Dari hasil pemeriksaan itu ternyata sebanyak 15 di antaranya menggunakan air tanah dengan sumur pantek secara ilegal.
“Kami sudah panggil orangnya dan kami lakukan pembinaan. Kalau masih melanggar juga, mereka akan dikenakan tindakan,” kata Mudarisin.
Untuk itu, Mudarisin mengimbau kepada para pemilik perusahaan maupun masyarakat yang hendak menggunakan air tanah, baik dengan sumur pantek maupun sumur bor, untuk mengurus izin ke BPLHD UPT Pengelolaan Limbah dan Air Tanah. “Pengurusan izin langsung ke sana, bukan ke sini karena izin bukan wewenang kami. Bahkan, kami juga tidak memberikan rekomendasi bagi warga yang ingin mengurus izin itu. Tugas kami hanya mengawasi pengguna air tanah yang sudah memiliki izin maupun yang ilegal,” katanya.
Mudarisin sebelumnya menjelaskan, permukaan tanah DKI Jakarta turun rata-rata 12-17 cm per tahun, yang berarti 1,2 m sampai 1,7 meter per sepuluh tahun. Salah satu penyebab penurunan muka tanah itu adalah penggunaan air tanah yang ditengarai kurang terkendali. Banyaknya air tanah yang diambil diperkirakan lebih banyak daripada air yang masuk ke dalam tanah, baik melalui hujan ataupun sungai.
Akibatnya tinggi muka air di dalam tanah menjadi turun dan tanah di kedalaman puluhan sampai ratusan meter mengalami stagnasi yang mengakibatkan rawan ambles. Di sisi lain, kalau terjadi intrusi air laut kualitas air di dalam tanah juga semakin jelek. Saat ini, seperti dijelaskan Mudarisin, di wilayah Jakarta Utara air yang layak pakai untuk kebutuhan sehari-hari berada di kedalaman 250 meter, atau sekitar 220 meter di bawah dasar laut Jakarta Utara.
“Karena itu pengendalian penggunaan air sangat penting. Untuk sumur pantek paling banyak 10 m3 per hari, sedangkan sumur bor maksimal 100 m3 per hari. Itu pun tergantung wilayahnya, karena persediaan air tanah di Kecamatan Kelapa Gading dengan Penjaringan belum tentu sama,” imbuhnya.
Kepala Kantor Lingkungan Hidup Pemkot Jakarta Utara, Mudarisin menjelaskan, baru-baru ini pihaknya telah melakukan pengawasan terhadap 70 perusahaan pengguna air tanah. Dari hasil pemeriksaan itu ternyata sebanyak 15 di antaranya menggunakan air tanah dengan sumur pantek secara ilegal.
“Kami sudah panggil orangnya dan kami lakukan pembinaan. Kalau masih melanggar juga, mereka akan dikenakan tindakan,” kata Mudarisin.
Untuk itu, Mudarisin mengimbau kepada para pemilik perusahaan maupun masyarakat yang hendak menggunakan air tanah, baik dengan sumur pantek maupun sumur bor, untuk mengurus izin ke BPLHD UPT Pengelolaan Limbah dan Air Tanah. “Pengurusan izin langsung ke sana, bukan ke sini karena izin bukan wewenang kami. Bahkan, kami juga tidak memberikan rekomendasi bagi warga yang ingin mengurus izin itu. Tugas kami hanya mengawasi pengguna air tanah yang sudah memiliki izin maupun yang ilegal,” katanya.
Mudarisin sebelumnya menjelaskan, permukaan tanah DKI Jakarta turun rata-rata 12-17 cm per tahun, yang berarti 1,2 m sampai 1,7 meter per sepuluh tahun. Salah satu penyebab penurunan muka tanah itu adalah penggunaan air tanah yang ditengarai kurang terkendali. Banyaknya air tanah yang diambil diperkirakan lebih banyak daripada air yang masuk ke dalam tanah, baik melalui hujan ataupun sungai.
Akibatnya tinggi muka air di dalam tanah menjadi turun dan tanah di kedalaman puluhan sampai ratusan meter mengalami stagnasi yang mengakibatkan rawan ambles. Di sisi lain, kalau terjadi intrusi air laut kualitas air di dalam tanah juga semakin jelek. Saat ini, seperti dijelaskan Mudarisin, di wilayah Jakarta Utara air yang layak pakai untuk kebutuhan sehari-hari berada di kedalaman 250 meter, atau sekitar 220 meter di bawah dasar laut Jakarta Utara.
“Karena itu pengendalian penggunaan air sangat penting. Untuk sumur pantek paling banyak 10 m3 per hari, sedangkan sumur bor maksimal 100 m3 per hari. Itu pun tergantung wilayahnya, karena persediaan air tanah di Kecamatan Kelapa Gading dengan Penjaringan belum tentu sama,” imbuhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar